NORMA DAN ETIKA DALAM PEMASARAN, PRODUKSI, MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DAN FINANSIAL
NORMA DAN ETIKA DALAM PEMASARAN, PRODUKSI, MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DAN FINANSIAL
• Pasar dan Perlindungan Konsumen
Dengan adanya pasar bebas dan kompetitif, banyak orang meyakini bahwa konsumen secaraotomatis terlindungi dari kerugian sehingga pemerintah dan pelaku bisnis tidak perlumengambil langkah-langkah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Pasar bebasmendukung alokasi, penggunaan, dan distribusi barang-barang yang dalam artian tertentu,adil, menghargai hak, dan memiliki nilai kegunaan maksimum bagi orang-orang yang berpartisipasi dalam pasar, berdasarkan kenyataan yang tidak dibantahkan bahwa bisnis merasuki seluruh kehidupan semua manusia, maka dari perspektif etis, bisnis diharapkan bahwa dituntut untuk menawarkan sesuatu yang berguna bagi manusia dan tidak sekadar menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi memperoleh keuntungan. Termasuk didalamnya para pelaku bisnis dilarang untuk menawarkan sesuatu yang dianggap merugikan manusia.
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Pengertian konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Itu berarti pada akhirnya etika bisnis semakin dianggap serius oleh para pelaku bisnis modern yang kompetitif. Dengan kata lain, kenyataan bahwa dalam pasar yang bebas dan terbuka hanya mereka yang unggul, termasuk unggul dalam melayani konsumen secara baik dan memuaskan, akan benar-benar keluar sebagai pemenang. Maka kalau pasar benar-benar adalah sebuah medan pertempuran, pertempuran pasar adalah pertempuran keunggulan yang fair, termasuk keunggulan nilai yang menguntungkan banyak pihak termasuk konsumen.
• Etika Iklan
Dalam periklanan, etika dan persaingan yang sehat sangat diperlukan untuk menarik konsumen. Karena dunia periklanan yang sehat sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi suatu negara. Sudah saatnya iklan di Indonesia bermoral dan beretika. Berkurangnya etika dalam beriklan membuat keprihatinan banyak orang. Tidak adanya etika dalam beriklan akan sangat merugikan bagi masyarakat, selain itu juga bagi ekonomi suatu negara. Secara tidak sadar iklan yang tidak beretika akan menghancurkan nama mereka sendiri bahkan negaranya sendiri. Saat ini banyak kita jumpai iklan-iklan di media cetak dan media elektronik menyindir dan menjelek-jelekkan produk lain. Memang iklan tersebut menarik, namun sangat tidak pantas karena merendahkan produk saingannya. Di Indonesia iklan-iklan yang dibuat seharusnya sesuai dengan kebudayaan kita dan bisa memberikan pendidikan bagi banyak orang. Banyak sekali iklan yang tidak beretika dan tidak sepantasnya untuk di iklankan. Makin tingginya tingkat persaingan menyebabkan produsen lupa atau bahkan pura-pura lupa bahwa iklan itu harus beretika. Banyak sekali yang melupakan etika dalam beriklan. Iklan sangat penting dalam menentukan posisi sebuah produk.
• Privasi Konsumen
Yaitu kepercayaan konsumen mengenai kinerja pihak lain dalam suatu lingkungan selama transaksi atau konsumsi.
• Multimedia Etika Bisnis
Salah satu cara pemasaran yang efektif adalah melalui multimedia. Bisnis multimedia berperan penting dalam menyebarkan informasi, karena multimedia is the using of media variety to fulfill commu¬nications goals. Elemen dari multimedia terdiri dari teks, graph, audio, video, and animation.Bicara mengenai bisnis multimedia, tidak bisa lepas dari stasiun TV, koran, majalah, buku, radio,internet provider, event organizer, advertising agency, dll. Multimedia memegang peranan penting dalam penyebaran informasi produk salah satunya dapat terlihat dari iklan-iklan yang menjual satu kebiasaan/produk yang nantinya akan menjadi satu kebiasaan populer. Sebagai saluran komunikasi, media berperan efekt
Senin, 23 April 2018
Selasa, 17 April 2018
Model Etika Bisnis , Sumber nilai Etika dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajerial
Nama : Devi Permatasari
Kelas
: 3ea36
Npm
: 11215758
Model Etika dalam Bisnis ,Sumber
Nilai Etika Dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajerial
• Immoral
Manajemen
Immoral manajemen
merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan
prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada
umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik
dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas
bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan
kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan
dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka.
Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan
hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankanbisnisnya.
·
Amoral Manajemen
Tingkatan
kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral
manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen
seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada
dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak
sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para
manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang
diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada
pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan
apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer
tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa
keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak.
Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang
berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe
manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya
memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara
sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis
mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe
ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi
kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar
dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono
(1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis
dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya
sebagai berikut :
1.
Bisnis
adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan
ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat
berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
2.
Orang
yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan
berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang
tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
3.
Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara
legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law
enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan
bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka)
dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang ”wajar’ menurut
mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi
“agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan
mematikan usaha mencapai laba
·
Moral Manajemen
Tingkatan
tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah
moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas
diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan
aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan
mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan
prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk
dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis
yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam
komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang
berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka
patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi
dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu
melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan
aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis
yang diambilnya.
• Agama,
Filosofi, Budaya dan Hukum
1.Agama
Agama adalah sumber dari segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh diragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau etika yang di jadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang baik akan menghasilkan kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang dalam organisasi bisnis secara luas harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanah dan fathanah.
Agama adalah sumber dari segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh diragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau etika yang di jadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang baik akan menghasilkan kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang dalam organisasi bisnis secara luas harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanah dan fathanah.
2.Filsafat
Sumber utama nilai-nilai etika yang dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam pengeJolaan dan pengendalian perilaku pebisnis dengan aktifitas usaha bisnisnya adalah filsafat. Ajaran-ajaran filsafat tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari pemikiran-pemikiran filsuf dan ahli filsafat yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Sumber utama nilai-nilai etika yang dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam pengeJolaan dan pengendalian perilaku pebisnis dengan aktifitas usaha bisnisnya adalah filsafat. Ajaran-ajaran filsafat tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari pemikiran-pemikiran filsuf dan ahli filsafat yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
3.Budaya
Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar.
Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar.
4.Hukum
Hukum merupakan aturan hidup yang bersifat memaksa dan si pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum moral dalam banyak hal lebih banyak mewarnai lilai-nilai etika. Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan.
Selain hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan informasi semata, etika bisnis juga mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada suatu daerah, negara atau kesepakatan-kesepakatan hukum internasional. Harapan-harapan etika ditentukan oleh hukum yang berlaku itu. Hukurn mengatur serta mendorong perbaikan masalah yangdipandang buruk atau baik dalam suatu komunitas. Sayangnya hingga saat ini kita masih menemukan kendala-kendala penyelenggaraan hukum etika di Indonesia.
Hukum merupakan aturan hidup yang bersifat memaksa dan si pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum moral dalam banyak hal lebih banyak mewarnai lilai-nilai etika. Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan.
Selain hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan informasi semata, etika bisnis juga mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada suatu daerah, negara atau kesepakatan-kesepakatan hukum internasional. Harapan-harapan etika ditentukan oleh hukum yang berlaku itu. Hukurn mengatur serta mendorong perbaikan masalah yangdipandang buruk atau baik dalam suatu komunitas. Sayangnya hingga saat ini kita masih menemukan kendala-kendala penyelenggaraan hukum etika di Indonesia.
•Leadership
Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual dari seorang pemimpin dalam penerapan etikabisnisini.
Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas karyawan .
Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual dari seorang pemimpin dalam penerapan etikabisnisini.
Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas karyawan .
• Strategi dan
Performasi
Fungsi yang penting dari
sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat
persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari sisi
keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika.
Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan
target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena
keseluruhan strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan
seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan
cara yang jujur.
·
Karakter Individu
Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena
peran banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan
tersebut. Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada
tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas
bisnisnya.
Semua kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip
yang dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebut
yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruh
nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Seorang berasal dari keluarga
tentara, mungkin saja dalam keluarganya di didik dengan disiplin yang kuat,
anak anaknya harus beraktivitas sesuai dengan aturan yang diterapkan orang
tuanya yang kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh lingkunganya yang
diciptakan di tempat kerjanya. Aturan ditempat kerja akan membimbing individu
untuk menjalankan peranannya ditempat kerja. Peran seseorang dalam oerganisasi
juga akan menentukan perilaku dalam organisasi,seseorang yang berperangsebagai
direktur perusahaan, akan merasa bahwa dia adalah pemimpin dan akan menjadi
panutan bagi para karyawannya,sehingga dalam bersikap dia pun akan mencoba
menjadi orang yang dapat dicontoh oleh karyawannya, misalnya dia akan selalu
datang dan pulang sesuai jam kerja yang ditentukan oleh perusahaan. Faktor yang
ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa
kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Moralitas
seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan yang berlaku dan kondisi negara
atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait
dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut
yang terwuju dari tingkah lakunya
·
Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah suatu kumpulan
nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi
karakteristik suatu organisasi. Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi
etika yang didorong tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan,
tapi juga karena kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam
organisasi perusahaan tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu
perilaku, yang bisa ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak
pantas.
Budaya-budaya perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja, juga moral yang dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi dan misi perusahaan.
Banyak hal-hal lain yang bisa kita jadikan contoh bentuk budaya dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah bank, misalnya, satpam bank selalu membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu mengucapkan salam, seperti selamat pagi ibu…selamat sore pak…sambil menundukkan badannya, dan nilai-nilai sebagiannya. Ini juga budaya perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari perusahaan.
Budaya-budaya perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja, juga moral yang dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi dan misi perusahaan.
Banyak hal-hal lain yang bisa kita jadikan contoh bentuk budaya dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah bank, misalnya, satpam bank selalu membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu mengucapkan salam, seperti selamat pagi ibu…selamat sore pak…sambil menundukkan badannya, dan nilai-nilai sebagiannya. Ini juga budaya perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari perusahaan.
Minggu, 08 April 2018
Nama : Devi Permatasari
Kelas : 3EA36
NPM : 11215758
Prinsip Etika Dalam Bisnis
Serta Etika dan Lingkungan
1.
Prinsip
Otonomi
Prinsip otonomi dalam etika bisnis adalah bahwa perusahaan secara
bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang yang dilakukan dan
pelaksanaannya sesuai dengan visi dan misi yang dipunyainya. Contoh prinsip
otonomi dalam etika binis : perusahaan tidak tergantung pada pihak lain untuk
mengambil keputusan tetapi perusahaan memiliki kekuasaan tertentu sesuai dengan
misi dan visi yang diambilnya dan tidak bertentangan dengan pihak lain.
Dalam prinsip otonomi etika
bisnis lebih diartikan sebagai kehendak dan rekayasa bertindak secara penuh
berdasar pengetahuan dan keahlian perusahaan dalam usaha untuk mencapai
prestasi-prestasi terbaik sesuai dengan misi, tujuan dan sasaran perusahaan
sebagai kelembagaan. Disamping itu, maksud dan tujuan kelembagaan ini tanpa
merugikan pihak lain atau pihak eksternal.
Dalam pengertian etika bisnis,
otonomi bersangkut paut dengan kebijakan eksekutif perusahaan dalam mengemban
misi, visi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran , kesejahteraan para
pekerjanya ataupun komunitas yang dihadapinya. Otonomi disini harus mampu
mengacu pada nilai-nilai profesionalisme pengelolaan perusahaan dalam
menggunakan sumber daya ekonomi. Kalau perusahaan telah memiliki misi, visi dan
wawasan yang baik sesuai dengan nilai universal maka perusahaan harus secara
bebas dalam arti keleluasaan dan keluwesan yang melekat pada komitmen tanggung
jawab yang tinggi dalam menjalankan etika bisnis.
Oleh karena itu konklusinya
dapat diringkaskan bahwa otonomi dalam menjalankan fungsi bisnis yang
berwawasan etika bisnis ini meliputi tindakan manajerial yang terdiri atas :
(1) dalam pengambilan keputusan bisnis, (2) dalam tanggung jawab kepada : diri
sendiri, para pihak yang terkait dan pihak-pihak masyarakat dalam arti luas.
2.
Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran dalam etika bisnis merupakan nilai yang paling
mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Kegiatan bisnis akan
berhasil jika dikelola dengan prinsip kejujuran. Baik terhadap karyawan,
konsumen, para pemasok dan pihak-pihak lain yang terkait dengan kegiatan bisnis
ini. Prinsip yang paling hakiki dalam aplikasi bisnis berdasarkan kejujuran ini
terutama dalam pemakai kejujuran terhadap diri sendiri. Namun jika prinsip
kejujuran terhadap diri sendiri ini mampu dijalankan oleh setiap manajer atau
pengelola perusahaan maka pasti akan terjamin pengelolaan bisnis yang
dijalankan dengan prinsip kejujuran terhadap semua pihak terkait.
3.
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan yang dipergunakan untuk mengukur bisnis
menggunakan etika bisnis adalah keadilan bagi semua pihak yang terkait
memberikan kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap keberhasilan
bisnis. Para pihak ini terklasifikasi ke dalam stakeholder. Oleh karena
itu, semua pihak ini harus mendapat akses positif dan sesuai dengan peran yang
diberikan oleh masing-masing pihak ini pada bisnis. Semua pihak harus mendapat
akses layak dari bisnis. Tolak ukur yang dipakai menentukan atau memberikan
kelayakan ini sesuai dengan ukuran-ukuran umum yang telah diterima oleh
masyarakat bisnis dan umum. Contoh prinsip keadilan dalam etika bisnis : dalam
alokasi sumber daya ekonomi kepada semua pemilik faktor ekonomi. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara memberikan harga yang layak bagi para konsumen,
menyepakati harga yang pantas bagi para pemasok bahan dan alat produksi,
mendapatkan keuntungan yang wajar bagi pemilik perusahaan dan lain-lain.
4.
Hormat Pada Diri Sendiri
Prinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis merupakan
prinsip tindakan yang dampaknya berpulang kembali kepada bisnis itu sendiri.
Dalam aktivitas bisnis tertentu ke masyarakat merupakan cermin diri bisnis yang
bersangkutan. Namun jika bisnis memberikan kontribusi yang menyenangkan bagi
masyarakat, tentu masyarakat memberikan respon sama. Sebaliknya jika bisnis
memberikan image yang tidak menyenangkan maka masyarakat tentu tidak menyenangi
terhadap bisnis yang bersangkutan. Namun jika para pengelola perusahaan ingin
memberikan respek kehormatan terhadap perusahaan, maka lakukanlah respek
tersebut para pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
5.
Hak dan Kewajiban
Setiap karyawan yang bekerja di
sebuah perusahaan memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut : kewajiban
dalam mencari mitra (rekanan) bisnis yang cocok yang bisa diajak untuk
bekerjasama, saling menguntungkan diantara kedua belah pihak dalam pencapaian
tujuan yang telah disepakati bersama demi kemajuan perusahaan, menjunjung
tinggi nilai-nilai moral yang terwujud dalam perilaku dan sikap dari setiap
karyawan terhadap mitra bisnisnya, bila tujuan dalam perusahaan ini tidak
sesuai dengan kenyataan yang ada setidaknya karyawan-karyawan tersebut telah
melaksanakan kegiatan bisnisnya dengan suatu tindakan yang baik. Lalu bagian
SDM perusahaan akan mencoba untuk menganalisis sebab timbulnya bisnis tidak
sesuai dengan tujuan perusahaan, dan menemukan dimana terjadinya letak
kesalahan serta mencari solusi yang tepat untuk menindak lanjuti kembali agar
bisnis yang dijalankan dapat meningkat secara pesat seiring perkembangan waktu.
Bukan hanya kewajiban saja yang harus dijalankan, hak etika
bisnispun juga sangat diperlukan, diantaranya : Hak untuk mendapatkan mitra
(kolega) bisnis antar perusahan, hak untuk mendapatkan perlindungan bisnis, hak
untuk memperoleh keuntungan bisnis, dan hak untuk memperoleh rasa aman dalam
berbisnis. Selain itu dalam berbisnis setiap karyawan dalam suatu perusahaan
juga dapat mementingkan hal-hal yang lebih utama, seperti : kepercayaan,
keterbukaan, kejujuran, keberanian, keramahan, dan sifat pekerja keras agar
terjalinnya bisnis yang saling menguntungkan diantara kedua belah pihak bisnis
tersebut.
Teori Etika Lingkungan
1.
.Ekosentrisme
Merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme.
Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak
kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang
antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia.
Keduanya memperluas keberlakuan etika untukmencakup komunitas yang lebih luas.
2. Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang
manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya
dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan
yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung.
Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai
nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini
hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan
manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana
bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi
pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
3. Biosentrisme
Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup
(biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian
etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism).
Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan
kehidupan sebagai standar moral Sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja
yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor,
karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan dan atau
diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti
bertumbuh dan bereproduksi.
Prinsip Etika Di
Lingkungan Hidup
Keraf (2005 : 143-159) memberikan minimal ada sembilan
prinsip dalam etika lingkungan hidup.
1.
Sikap hormat terhadap
alam atau respect for nature alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja
karena kehidupan manusia tergantung pada alam, tetapi terutama karena kenyataan
ontologis bahwa manusia adalah bagian integral dari alam.
2.
Prinsip tanggung jawab
atau moral responsibility for nature prinsip tanggung jawab bersama ini, setiap
orang dituntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab memelihara alam semesta
ini sebagai milik bersama dengan cara memiliki yang tinggi seakan milik
pribadinya
3.
Solidaritas kosmis
atau cosmic solidarity solidaritas kosmis mendorong manusia untuk menyelamatkan
lingkungan, untuk menyelamatkan semua kehidupan di alam.
4.
Prinsip kasih sayang
dan kepedulian terhadap alam atau caring for nature
Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam merupakan prinsip moral, yang artinya tanpa mengharapkan balasan
Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam merupakan prinsip moral, yang artinya tanpa mengharapkan balasan
5.
Prinsip tidak
merugikan atau no harm merupakan prinsip tidak merugikan alam secara tidak
perlu,. tidak perlu melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi
makhluk hidup lainnya.
6.
Prinsip hidup
sederhana dan selaras dengan alam prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas,
cara hidup, dan bukan kekayaan, sarana, standart material.
7.
Prinsip keadilan
prinsip keadilan lebih diekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku satu
terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta dan bagaimana sistem
sosial harus diatur.
8.
Prinsip demokrasi alam
semesta sangat beraneka ragam. demokrasi memberi tempas yang seluas – luasnya
bagi perbedaan, keanekaragaman, dan pluralitaas. oleh karena itu orang yang
peduli terhadap lingkungan adalah orang yang demokratis.
9.
Prinsip integritas
moral prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan perilaku
terhormat serta memegang teguh prinsip – prinsip moral yang mengamankan
kepentingan publik.
Langganan:
Komentar (Atom)